Kemajemukan di Indonesia dari Segi Pendekatan Konflik - Konflik Tanjung Priok 1984
Peristiwa berdarah Tanjung Priok 1984 adalah satu peristiwa
yang sudah di siapkan sebelumnya dengan matang oleh intel-intel militer.
Militerlah yang menskenario dan merekayasa kasus pembantaian Tanjung Priok ini adalah bagian dari operasi militer yang
bertujuan untuk mengkatagorikan kegiatan-kegiatan keislaman sebagai suatu
tindakan kejahatan, dan para pelaku dijadikan sasaran korban. Terpilihnya
Tanjung sebagai tempat sebagai “The Killing field” juga bukan tanpa survey dan
analisa yang matang dari intelejen. Kondisi sosial ekonomi tanjung priok yang
menjadi dasar pertimbangan. Tanjung Priok adalah salah satu wilayah basis Islam
yang kuat, dengan kondisi pemukiman yang padat dan kumuh. Mayoritas penduduknya
tinggal dirumah-rumah sederhana yang terbuat dari barang bekas pakai.
Kebanyakan penduduknya bekerja sebagai buruh galangan kapal, dan buruh
serabutan. Dengan kondisi social ekonomi yang rendah ditambah dengan pendidikan
yang minim seperti itu menjadikan Tanjung Priok sebagai wilayah yang mudah
sekali terpengaruh dengan gejolak dari luar, sehingga mudah sekali tersulut
berbagai isu
Berikut ini adalah kronologi peristiwa Tanjung
Priok 1984:
Sabtu, 8 September 1984
Terjadi konflik antara jemaat mesjid Assa’dah
di Tanjung Priok dan petugas Babinsa setempat, sersan sau Hermanu. Setelah
jemaat tidak menggubris perintah Hermanu yang menyuruh agar mencabut
spanduk-spanduk yang mengkritik pemerintah di sekitar mesjid tersebut, maka
sersan satu tersebut dengan cara yang tidak sopan mencoba sendiri mencabut
poster tersebut. Hal ini membuat marah para jemaat.
Senin 10 September 1984
Usaha peleraian yang dilakukan oleh dua orang
takmir masjid Syarifuddin Rambe dan Sofwan Sulaeman sementara usaha peleraian
sedang berlangsung, orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada
urusannya dengan permasalahan itu, membakar sepeda motor petugas Koramil itu.
Kodim, yang diminta bantuan oleh Koramil, mengirim sejumlah tentara dan segera
melakukan penangkapan terhadap 4 orang yaitu: Rambe, Sulaeman, pengurus mushola
Achmad Sahi dan seorang tuna karya Muhamad Noor.
Selasa, 11 September 1984
Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang
berwajib untuk meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim,
yang diyakininya tidak bersalah. Peran Amir Biki ini tidak perlu mengherankan,
karena sebagai salah seorang pimpinan Posko 66, dialah orang yang dipercaya
semua pihak yang bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara
penguasa (militer) dan masyarakat. Usaha Amir Biki untuk meminta keadilan
ternyata sia-sia.
Pada tanggal 12 September
Amir
Biki dan mubaligh lainnya ikut acara tabligh akbar yang berisikan kritik
terhadap pemerintah. Sebetulnya acara ini tidak ada hubungannya dengan kasus
penangkapan tersebut. Namun Amir Biki dan pendakwah lainnya menggunakan
kesempatan tersebut untuk mengajukan tuntutan pembebasan atas empat tahanan
yang sudah disebut diatas. Ketika ultimatum yang diajukan Biki yaitu bila
pembebasan empat tersangka tersebut hingga pukul 11 malam tidak dipenuhi, ia
mengerahkan massa yang berkumpul untuk mengadakan aksi protes. Sekitar 1,500
massa berjalan beriring-iring menuju markas Kodim Jakarta Utara, tempat dimana
empat orang tersangka tadi ditahan. Pada saat massa berada di depan Polres
Metro Jakarta Utara mereka di hadang oleh satuan regu artileri pertahanan
“Udara Sedang“, Arhanudse yang segera melepaskan tembakan ke arah massa. Pimpinan
militer pada waktu itu menyatakan bahwa prajurit artileri atas dasar pertahanan
darurat menembaki massa yang bersenjata. Sembilan dinyatakan tewas dan lima
puluh tiga luka-luka. Para saksi dan kelompok-kelompok oposisi memberitakan
tentang aksi militer yang terencana itu bahwa jumlah korban meninggal ditafsir
lebih banyak lagi, yaitu berkisar antara 400 sampai 700 orang.
Organisasi-organisasi HAM berkesimpulan bahwa mantan Panglima ABRI (Angkatan
Bersenjata Indonesia) Benny Murdani dan Pangdam V Jaya Try Sutrisno telah
memerintahkan atau setidaknya dengan sadar telah membiarkan aksi pembantaian
tersebut. Menurut laporan para saksi mata Murdani dan Sutrisno muncul pada
tanggal 12 September tengah malam di tempat kejadian mengontrol pelaksaan
menutup-nutupi aksi pembantaian tersebut. Mayat-mayat dimasukkan ke dalam
truk-truk militer lalu di bawa ke tempat lain dan dikuburkan di tempat-tempat
yang tidak diketahui. Sedangkan korban luka-luka dilarikan ke rumah sakit
Angkatan Darat Gatot Subroto, dimana mereka dilarang untuk menerima kunjungan
dari keluarga mereka. Pembantaian Tanjung Priok adalah awal mula dari gelombang
tindak represif terhadap kritikus-kritikus yang menentang Orde Baru. Korban
yang luka-luka pada aksi demonstrasi tersebut dijatuhi hukuman karena aksi
perlawanan menentang kekuasaan Negara.
Pada 14 April 2010, kembali umat Islam harus menelan kejamnya
system ini. Ribuan warga kembali bentrok dengan aparat yang memakan 2 korban
tewas dan ratusan luka-luka. Penyebabnya hampir sama dengan tragedy Tj. Priok
pertama pada tahun 1984, yaitu pelecehan agama oleh aparat. Kalau Tj Priok I
disebabkan oleh seorang aparat yang masuk ke mesjid tanpa membuka alas kaki,
kalau Tj. Priok II aparat atas izin pemerintah membongkar makam leluhur salah
satu penyebar agama Islam di Jakarta yaitu makam Mbah Priok atau Habib Hassan
Bin Muhammad Al Hadad untuk dijadikan taman.
Tanah makam Mbah Priok itu menjadi sengketa antara pihak ahli
waris dengan PT. Pelindo. Pihak ahli waris memberikan bukti sertifikat
kepemilikan tanah tersebut, namun hakim berbicara lain. Di persidangan pihak
ahli waris dinyatakan kalah, dan diketuklah palu bahwa tanah itu milik Pt.
Pelindo.
PT. Pelindo mengirim pasukan POL-PP ke lokasi untuk melakukan
penggusuran atas areal makam tersebut. Dan pada saat itu pula warga tersulut
amarahnya atas kehadiran aparat POL-PP puluhan truk dan alat-alat berat di lokasi
makam yang mereka keramatkan tersebut. Warga menolak keputusan pengadilan yang
memenangkan PT. Pelindo atas kepemilikan areal tersebut.
Berikut ini adalah daftar jenis-jenis pelanggaran HAM pada
peristiwa Tanjung Priok 1984:
1. Pembunuhan secara kilat (summary killing)
Tindakan pembunuhan secara kilat (summary killing) terjadi
di depan Mapolres Metro Jakarta Utara tanggal 12 September 1984 pkl 23.00
akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan dari yang sepatutnya terhadap
kelompok massa oleh satu regu pasukan dari Kodim Jakarta Utara dibawah pimpinan
Serda Sutrisno Mascung dengan senjata semi otomatis. Para anggota pasukan
masing-masing membawa peluru yang diambil dari gudang masing-masing sekitar
5-10 peluru tajam. Atas tindaan ini jatuh korban 24 orang tewas, 54 luka berat
dan ringan. Atas perintah Mayjen Try Soetrisno Pangdam V Jaya korban kemudian
dibawa dengan tiga truk ke RSPAD Gatot Subroto.
2. Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and
detention)
Setelah peristiwa, aparat TNI melakukan penggeledahan dan
penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan
peristiwa Tanjung Priok. Korban diambil di rumah atau ditangkap disekitar
lokasi penembakan. Semua korban sekitar 160 orang ditangkap tanpa prosedur dan
surat perintah penangkapan dari yang berwenang. Keluarga korban juga tidak
diberitahu atau diberi tembusan surat perintah penahanan. Para korban ditahan
di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur dan RTM Cimanggis.
3. Penyiksaan (Torture)
Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Kodim, Guntur
dan RTM Cimanggis mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror dari aparat.
Bentuk penyiksaan antara lain dipukul dengan popor senjata, ditendang, dipukul dan
lain-lain.
Penghilangan orang ini terjadi dalam tiga tahap, pertama
adalah menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan
keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara
diam-diam ditempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari. Kedua
adalah menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga korban untuk melihat
kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan penahanan aparat.
Ketiga adalah merusak dan memusnahkan barang bukti dan keterangan serta
identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang bukti
tersebut sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya secara
pasti.
Penyebab lain tragedi Tanjung Priok 1984
Menurut surat kabar media
Indonesia, ada 4 penyebab tragedi seperti ini terjadi.
1. tidak terlihat peningkatan yang sungguh-sungguh pada
komitmen negara mencintai rakyatnya.
2. betapa buruknya negara menjalankan resolusi problem
3. terjadi distrust yang parah terhadap peraturan karena
semakin hari semakin jelas bahwa penegakan hukum di negeri ini sangatlah
manipulative
4. buruknya civic education. Negara lalai mendidik warga
agar memiliki disiplin (Media Indonesia)
Penyelesaian
masalah
Pemerintah dan kita semau harus mau mengakui bahwa sistem di
negeri ini adalah system buatan manusia yang sudah di pastikan KESALAHANNYA.
Jangan heran kalo ada istilah REVISI UNDANG-UNDANG, itu menunjukan bahwa sitem
dan undang-undang hidup negeri ini tidak sempurna. Kita tidak boleh dan tidak
bisa menyangkal bahwa sudah ada hukum dan undang-undang yang maha sempurna yang
telah diberikan untuk kita oleh Sang Pencipta. Tidak ada keraguan di dalamNya.
Lalu kenapa harus menunggu lama untuk menegakannya?
Kita masih miris melihat penggusuran2 PKL dll yang dilakukan
oleh aparat. Dengan kejinya mereka merusak dan menghancurkan sumber pendapatan
rakyat kecil itu, hanya dengan alasan “keindahan kota”..konyol sekali bukan??
Tragedi Priok berdarah II ini bisa dikatakan ajang pembalasan rakyat kepada
aparat POL PP.
Demikian bencinya rakyat kepada aparat, dikarenakan
kinerjanya yang sewenang-wenang, semau perutnya. Kenapa penangkapan terhadap
masa dilakukan dengan terbuka tetapi oknum2 aparat selalu di tutup-tutupi?
Malukah?? Tidak perlu malu, kami semua sudah tahu bagaiman bobroknya aparat di
negeri ini.
DAFTAR ISI
Vellarizkiekasaputri.2011.Kasus Tanjung Priok.[online].
Tersedia : http://vellarizkiekasaputri.blogspot.co.id/2011/12/kasus-tanjung-priok.html
Setyawan , Inggit Bayu.2012.Kasus Pelanggaran Berat HAM
Tanjung Priok 1984.[online]. Tersedia : http://inggitberbagi.blogspot.co.id/2012/04/kasus-pelanggaran-berat-ham-tanjung.html
Muhammad Abduh Ibnu Faridz, Ally.2010.TANJUNG PRIOK BERDARAH II (14 APRIL 2010) Akibat
Sistem Rusak.[online]. Tersedia : https://27victory.wordpress.com/2010/04/17/tanjung-priok-berdarah-ii-14-april-2010-akibat-sistem-rusak/
Komentar
Posting Komentar